Kedai Preanger: Ngopi, Baca, Diskusi


Buku Wajah Bandoeng Tempo Doeloe karya Haryoto Kunto menjadi awal perkenalan saya dengan Kedai Preanger. Kedai ini memberikan senyum yang menawan, ramah, bersahabat, namun juga memberikan rasa gugup. Ya, perkenalan saya dengan kedai ini seperti perkenalan dengan seorang perempuan manis. Senang sekaligus membuat deg-degan.

Peribahasa klise “Tak Kenal Maka Tak Sayang” ternyata benar adanya, setidaknya setelah perkenalan saya dengan Kedai Preanger. Kedai yang berada di Jalan Solontongan 20-D, Buah Batu, Bandung ini merupakan kedai sederhana yang menyediakan berbagai macam kopi: Gayo, Gambung, Malabar, Puntang, Toraja, Flores dan masih banyak lagi. Selain berbagai macam kopi, minuman lainnya juga menyertai tempat ini seperti teh putih, green tea latte, leci tea, lemon tea, susu murni, dan lain-lain.

Tak hanya tempat ngopi, kedai ini juga menjadi markas salah satu komunitas yang ada di Bandung, Komunitas Aleut. Aleut yang dalam Bahasa Indonesia berarti berjalan beriringan, merupakan komunitas pengapresiasi sejarah Bandung dan sekitarnya. Di Kedai Preanger inilah Komunitas Aleut sering berkumpul, karena memang pemilik kedai ini merupakan salah satu penggagas komunitas tersebut.

Kelak karena ingin bergabung dengan Komunitas Aleut inilah saya mulai sering mengunjungi Kedai Preanger, dan setelah mengenal tempat ini rasa sayang itu timbul. Saya mengenalinya, maka saya sayang.

Sinergi antara Kedai Preanger dan Komunitas Aleut ternyata sangat erat dalam hal kopi. Komunitas Aleut yang sering menjelajah ke kawasan Bandung Selatan seperti Ciwidey dan Pangalengan, misalanya kerap kali mendatangi langsung para petani kopi priangan untuk berbagi cerita. Tak jarang mereka membawa oleh-oleh untuk dijajakan di Kedai Preanger.

Beberapa Pilihan Kopi di Kedai Preanger

Saya yang akhirnya bergabung bersama Komunitas Aleut tentu menjadi akrab dengan Kedai Preanger. Berbagai acara pun kerap kali diselenggarakan di kedai  bercat hitam dan juga penuh dengan foto-foto ini. Mungkin saja orang yang pertama kali datang ke Kedai Preanger akan mengalami apa yang saya rasakan; malu-malu saat memesan secangkir kopi atau teh. Namun tenang saja, kenali saja kedai ini dan mungkin kamu akan menjadikan tempat ini sebagai tempat favoritmu. Bukankah kopi atau teh bisa menjadi medium untuk saling mengakrabkan?

Kedai Preanger tak begitu luas, namun juga tidak sempit. Mungkin itulah yang membuat saya dan juga orang-orang yang sedang menikmati kopi di sini akan terasa lebih intim. Tercatat beberapa admin sosial media yang saya kenal juga sering mampir ke tempat ini. Obrolan seringkali melebar ke beberapa topik. Jika ada pertandingan sepakbola, mereka menonton bersama di sini, kadang juga live tweet di tempat ini.

Setiap Selasa sehabis maghrib, Kedai Preanger juga mempunyai jadwal khusus untuk pelanggannya dengan mengadakan acara nonton film bareng. Film-film yang pernah diputar di antaranya The Motorcycle Diaries, Baraka, Lolita, No Country For Old Men, dan masih banyak lagi.

Koleksi dan Buku Jualan
Beberapa Buku yang Dijual di Kedai Preanger
Satu lagi, di kedai ini juga terdapat perpustakaan bernama Pustaka Preanger. Ratusan, bahkan mungkin ribuan buku ada di sana. Dari mulai buku-buku sastra, jurnalistik, biografi, sosial budaya dan tentu saja sejarah.

Koleksi buku Pustaka Preanger berada di lantai dua, walaupun sebagian disimpan untuk menyatu dengan Kedai Preanger di lantai satu untuk dapat dibaca sambil ngopi.

Di Kedai Preanger ini saya bisa menikmati kopi dengan berteman buku. Buku-buku yang ada di sini bisa dipinjam untuk dibaca di tempat. Nah, menurut Irfan, sang pengurus Pustaka Preanger, buku-buku ini nantinya bisa dipinjam di tempat atau juga bisa dibawa pulang dengan cara sewa. Tentu saja setelah penyewa melakukan registrasi terlebih dahulu.

Diapit oleh SMA, SMK, dan juga SMP menjadikan Jalan Solontongan yang menjadi tempat keberadaan Kedai Preanger ini begitu ramai oleh hilir mudik anak sekolah. Harapannya, selain tempat ngopi, Kedai Preanger yang di dalamnya terdapat perpustakaan juga bisa membuat anak-anak sekolah tersebut singgah untuk sekadar membaca buku yang tersedia.

“Kedai ini cocok untuk kongkow bersama kawan atau kerabat, cocok juga untuk ngajak gebetan. Kalau boleh menganjurkan, datanglah ke sini malam hari. Selain bisa menikmati berbagai macam kopi dan teh, suasana malam di Kedai Preanger ini cocok juga untuk curhat atau sekadar berhaha-hihi,” ujar Yance.

Dua pegiat Komunitas Aleut yang sekaligus barista di Kedai Preanger, Hamdan dan Yance, kerap kali mengajak saya untuk belajar membuat kopi. Tapi saya selalu menolak dengan banyak alasan. Saya lebih suka menikmatinya saja.

Berkumpulnya para anggota Komunitas Aleut, dan juga adanya ruang baca membuat pelanggan yang ngopi di tempat ini bisa saling tegur sapa. Bagaimana keriuhan orang-orang yang ada di sini bisa membuat para pelanggan menikmati cara ngopi dengan sesuatu yang berbeda.

Bandung yang kini mulai ramai dengan coffe shop di setiap penjurunya, membuat warga kotanya memiliki berbagai pilihan untuk berkumpul sambil ngopi. Dan Kedai Preanger, kedai sederhana yang berada di Kota Bandung bagian selatan ini memberikan pilihan lain; ngopi, baca, diskusi.

*
Tulisan ini dimuat pertama kali di minumkopi.com edisi 12 April 2017