Radio: Pernah Dekat dengan Akay, Sebelum Semuanya Pergi Secara Perlahan

Foto: Jonathan Velasquez / Unsplash

Seorang pengendara Astrea Legenda berhenti di marka jalan berwarna merah di perempatan Jalan Dago. Sebelum sampai di marka jalan berwarna merah itu, dia meliuk-liuk memainkan stang motornya dengan lihai. Beberapa kali dia terjepit di antara mobil satu dan mobil lainnya. Dalam keadaan terjepit, dia memanfaatkan sedikit waktunya untuk mengehela napas, melepaskan kedua tangannya dari stang lalu sedikit melirik ke kanan dan ke kiri. Dalam suatu jepitan mobil sedan, pandangannya tak sengaja melihat beberapa deret angka, tepat di pinggir kemudi. Dilihatnya angka 98.4 di dalam mobil itu. Dia tentu tahu bahwa deretan angka itu adalah frekuensi dari salah satu radio. Tentu saja dia juga tahu stasiun radio apa yang sedang menjadi teman si pengemudi sedan itu. Maklum saja, sebelum umur yang mulai menggerogotinya sampai menjelang berkepala tiga seperti sekarang, cita-citanya selepas STM dulu adalah ingin menjadi seorang penyiar radio.

Di saat teman-teman STM-nya bercita-cita menjadi pengusaha, ahli IT, menjadi guru,  dan lain sebagainya. Dia justru ingin sekali menjadi penyiar radio. Seorang teman sekelasnya pernah berujar “Nggak salah kamu ingin menjadi penyiar radio? Kata temen-temenku yang ada di ruang lingkup radio, penyiar itu gajinya kecil.”

Dia hanya tersenyum. Wajar jika sebagian teman STM-nya ragu dan merasa aneh saat mendapati cita-citanya yang hanya ingin menjadi penyiar radio. Tentu saja, ngomongnya tak terlalu pandai untuk menjadi seorang penyiar, dari tampang pun sepertinya tak akan menjual. Lalu, suara yang semestinya menjadi modal utama seorang penyiar, tak juga dia miliki.

Ridwan, seorang temannya yang sudah lama tak bertemu, terbahak-bahak saat bercerita di acara reuni yang diadakan di Punclut beberapa waktu lalu. Ridwan bercerita panjang lebar saat masa-masa mereka bersekolah. Saat itu, sedang praktek pelajaran komputer, sang guru izin untuk tidak mengajar dikarenakan ada keperluan mendadak, sebagai gantinya sang guru memberikan tugas. Tentu saja semua siswa di dalam kelas senang bukan main. “Bebas!!!” Begitu kata salah seorang teman. Di saat hampir semua murid gaduh karena tak ada yang mengawasi, dia memutarkan lagu via winamp dengan cukup kencang yang dihubungkan ke speaker. Deretan lagu-lagu yang sudah dia pilihkan hendak diputar sampai jam praktek selesai. Dia berbicara ngawur ke sana kemari layaknya penyiar radio,” Ridwan bercerita kepada pacarnya,Wulan yang memang sengaja dibawa saat reuni itu.

“Oke, masih bersama saya di 107,9 TKJ FM. Buat kamu yang ingin request lagu dan kirim-kirim salam, sms aja ke nomor 08122011079. Tak lama setelah itu, dia kencangkan suara lagu di winampnya sambil membuka headset kepunyaan lab sekolah.” Ridwan bercerita menggebu-gebu.

Sebagian orang yang sudah hafal kebiasaannya tentu saja tertawa. Sebagian orang lagi memberikan mimik wajah heran penuh tanya. Tak jarang dari mereka bilang “Siaaa gelooooo?”

***

Dia telah bertransformasi menjadi Akay. Dalam sesi perkenalan dengan orang-orang baru, dia sudah tak risau untuk mengenalkan dirinya dengan nama Akay. Beberapa pertanyaan yang sering terucap dari orang baru itu adalah “Akay? Namanya sama kayak penyiar radio.”

Ya, Akay memang terinspirasi dari salah satu “legenda hidup” penyiar radio di Bandung yang juga bernama sama. Untuk kamu yang sering atau pernah mendengarkan radio 99ers tentu sudah tidak asing dengan nama penyiar ini. Suaranya yang khas dan akrab di telinga anak-anak SMA saat itu, menjadikan dia menginspirasi Akay ini.

Akay adalah pengkhayal, apalagi kalau sudah mendengarkan radio dengan suara penyiar perempuan yang halus, lembut dan menggoda. Di pikirannya, sudah pasti penyiar itu cantik. Saat masih sekolah, dia tahu betul jam-jam para penyiar favoritnya mengudara. Dulu, saat radio Cosmo masih satu management dengan Ardan Group, dia adalah pendengar setia acara “Permen” – pelajar ngamen pelajar main band. Penyiarnya bernama Aldin Aldama yang ditemani seorang bernama Wendi. Di acara itu ia sering telepon hanya untuk sekedar berkomentar dan say hay pada penyiar dan para pelajar yang suka nge-band.

Dunia radio memang pernah dekat dengan Akay, sebelum semuanya pergi secara perlahan. Saat Paramuda masih bertempat di Bukit Pakar Timur 4, di mana saat itu radio ini masih bertagline “sport and music station” acara favortinya adalah acara sport yang membahas dunia olahraga, terutama Persib. Salah satu penyiarnya adalah Anas. Di acara itu ia kerap beberapa kali mengikuti kuis dan menjadi pemenang. Pernah ia mendapatkan T-Shirt bermerk “Warning” ditambah majalah Ripple. Masih kuat dalam ingatan, pengambilan hadiah itu diambil di Jalan Banda 3s. Store Warning sebelum sekarang entah ke mana.

Sebelum para pendengar radio bertumbangan seperti sekarang, Akay pernah mengalami masa-masa di mana sulitnya sms dibacakan si penyiar. Dari sekian banyak radio, CBL –yang berfrekuensi 91,7 FM adalah salah satu yang paling susah untuk ditembus. Radio ini bisa disebut radio barudak indie. Lagu-lagu cadas kerap kali diputar di radio ini. Selain itu, CBL juga memiliki acara yang cukup menyedot pendengar, yakni acara mencari jodoh; memberikan data diri dan nomor hape, lalu nge-save no hape yang satu provider (yang kemungkinannya cantik, biasanya dilihat dari nama. Kalau namanya Indri, Sari, Rizka sudah pasti Akay save nomornya. Beda lagi kalo namanya, Euis, Idah, Romlah. Tentu Akay tak akan nge-save walaupun satu provider)

Saat itu, keberhasilan bagi seorang Akay adalah ketika mengunjungi dan dapat undangan dari radio. Ya, beberapa kali memang Akay diundang mewakili nama sekolahnya untuk menceritakan tentang seluk beluk sekolahnya. Menurutnya, saat suara dia di dengar oleh orang banyak, itu adalah suatu kesenangan tersendiri. Beberapa radio yang pernah ia sambangi saat masih sekolah dulu di antaranya: Cosmo, Dahlia, CBL, Paramuda, dan lain-lain.

***

Radio hari ini tak ubahnya hanya sarana pelengkap. Maksudnya, bukan lagi media yang menjadi prioritas. Padahal, dengan radio saya bisa berimajinasi dengan sangat bebas. Saya bisa membayangkan seorang penyiar yang cantik dan rupawan hanya dengan mendengarkannya bercuap-cuap. Kadang juga saya membayangkan ruangan siaran radio A seperti apa, dan radio B seperti apa.

Radio sebagaimana media cetak, sedikit-sedikit mulai tegusur oleh derasnya monster bernama internet. Jika dulu di setiap handphone hampir ada radionya. Maka sekarang untuk mengakses radio di handphone pun harus memiliki jaringan internet.

Jika Sheila On 7 atau The Corrs memberikan apresiasi dengan memberikan judul Radio pada lagunya, izinkan saya menuangkan pengalaman saya dengan radio dalam tulisan ini.